KORUPSI Dan FAKTOR PENYEBABNYA

1. Apa Sebenarnya akar Korupsi Itu?

Sebagai orang awam, saya sering dibuat bingung oleh komentar para pejabat, politikus, pakar hukum, tokoh agama, budayawan, seniman, mahasiswa dan para tokoh lainnya soal KORUPSI. Ya, bingung dari mana dan apa sih AKAR penyebab korupsi yang sebenarnya ? Kalau sudah ketemu akarnya, ujung dan pangkalnya tentunya kita bisa menentukan langkah penanggulangannya dari mana. Sepertinya korupsi di negeri ini sudah mendarah daging dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita. Dari pemerintah pusat sampai daerah, bahkan sampai ke pelosok-pelosok pedesaan. Dari perusahaan besar sampai perusahaan menengah dan kecil. Dari orang-orang berpendidikan tinggi sampai orang yang tak lulus sekolah dasar (terlalu panjang untuk dituliskan disini). Singkatnya, ke mana pun kita melangkah, di mana pun kita berada, korupsi selalu ada.

Masalahnya (lagi-lagi dilihat dari kaca mata orang awam), sepertinya kita mempermasalahkan korupsi hanya dipermukaannya saja! Kita terlalu sibuk mempersoalkan dahan, ranting, daun, bunga dan buah korupsinnya saja. Sedangkan akar penyebab korupsi itu sendiri kita tidak tahu dengan jelas, tidak bisa mengatakan atau menunjuk dengan tegas, “Inilah akar korupsi yang sebenarnya!”

Mengapa? mungkin karena posisi ‘akar’ yang tak tampak di permukaan. Sebenarnya akar penyebab korupsi itu apa? Siapa? Di mana? Dari mana? Apakah ada faktor budaya, faktor keturunan, pola asuh dan pola didik keluarga, sistem pendidikan, ataukah faktor lingkungan? Siapa yang memulai? Apakah aparat penegak hukum (jaksa, polisi, hakim) ataukah mereka yang menyuap polisi, jaksa dan hakim?

Karena tidak jelas akar penyebabnya, akhirnya kita sering dibuat bingung sendiri, dari mana seharusnya kita mulai memberantas wabah korupsi ini. Apakah harus mulai dari atas atau dari bawah, dari aparatnya atau pelakunya, dari yang kakap atau yang teri, dari pejabat atau rakyatnya?

Seandainya lembaran hitam praktik korupsi di negeri ini kita sobek dan kita buang, bagaimana kita akan membuka lembaran baru? Bagaimana mulai membangun dan membentuk generasi yang bebas korupsi di masa yang akan datang? Bagaimana kita akan membentuk pribadi-pribadi yang jujur, bersih, punya integritas, disiplin dan anti korupsi?

Jika kita sudah tahu, akar penyebab korupsi, mudah-mudahan kita bisa melakukan langkah-langkah penanggulangan atau paling tidak pencegahan. Mungkin kita bisa memulai dari diri-sendiri, keluarga dan lingkungan di sekitar kita. Mari kita bangun generasi masa depan yang jujur, bersih dan bebas korupsi!

2. Faktior Faktor Korupsi Dari Segi Keilmuan

Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang berbuat Korupsi.

Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yakni :

  1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya).
  2. Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.

Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi, yakni :

  1. Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat.
  2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi.
  3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi.

3. Modernisasi Pengembangbiakan  Dari Penyebab Korupsi

Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi,” antara lain :

  1. Aspek Individu Pelaku.
    1. Sifat Tamak Manusia.

Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskinatau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.

  1. Moral yang Kurang Kuat.

Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

  1. Penghasilan yang Kurang Mencukupi.

Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.

  1. Kebutuhan Hidup yang Mendesak.

Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

  1. Gaya Hidup yang Konsumtif.

Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

  1. Malas atau Tidak Mau Kerja.

Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat,  diantaranya melakukan korupsi.

  1. Ajaran Agama yang Kurang Diterapkan.

Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.

  1. Aspek Organisasi.
    1. Kurang Adanya Sikap Keteladanan Pimpinan.

Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.

  1. Tidak Adanya Kultur Organisasi yang Benar.

Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.

  1. Sistim Akuntabilitas yang Benar di Instansi  yang Kurang Memadai.

Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

  1. Kelemahan Sistim Pengendalian Manajemen.

Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.

  1. Manajemen Cenderung Menutupi Korupsi di Dalam Organisasi

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.

  1. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
    1. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
    2. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
    3. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
    4. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
    5. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

Wakil Ketua KPK Erry Riyana mengungkapkan sedikitnya ada sembilan faktor yang menjadi penyebab utama praktek korupsi di Indonesia. Faktor pertama, kata dia, adalah lemahnya komitmen dan konsistensi aparat penegak hukum dan sistem hukum antikorupsi itu sendiri. Kedua, lemahnya kepemimpinan di tingkat nasional dalam upaya pemberantasan korupsi.

“Kelemahan aparatur pemerintah dalam mengelola pemerintahan juga menjadi pendorong tumbuhnya korupsi. Selain itu, rendahnya gaji aparat pelayanan masyarakat,” ujarnya dalam seminar internasional mengenai desentralisasi yang digelar FEUI hari ini.

Menurut dia, faktor kelima adalah rendahnya intergritas dan profesionalisme sebagian aparat pemerintah. Penyebab lain adalah mekanisme pengawasan di perbankan dan lembaga keuangan serta di birokrasi yang masih belum seragam.

Faktor ketujuh adalah kondisi kerja dan budaya permisif sebagian masyarakat yang mendorong suburnya praktek korupsi. Dua faktor lainnya adalah lemahnya budaya malu dan kejujuan serta rendahnya etika dan moral sebagian warga dalam mendukung pemberantan korupsi.

DAFTAR REFERENSI

http://www.kapanlagi.com/h/0000050374.html

http://www.transparansi.or.id/?pilih=lihataboutcorruption&id=4

http://www.lintasberita.com/Politik/Biaya_Politik_Pilkada_Jadi_Penyebab_Korupsi

http://www.malangkab.go.id/artikel/artikel.cfm?id=berita.cfm&xid=180

http://web.bisnis.com/umum/sosial/1id13106.html

http://kepriprov.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=139&Itemid=97

http://www.hinamagazine.com/index.php/2008/03/31/lima-faktor-penyebab-kehancuran-bangsa-indikasinya-tampak-di-indonesia/

~ oleh livingnavigation pada Mei 1, 2009.

Tinggalkan komentar